Sistem Zonasi Dianggap Batasi Siswa di Daerah Pilih Sekolah Favorit
21 Juni 2019, 09:00:05 Dilihat: 217x
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dengan sistem zonasi dianggap membatasi siswa dalam memilih sekolah favorit di daerah. Sistem tersebut juga dianggap kurang berpihak pada siswa berprestasi yang telah berjuang keras.
"Sehingga siswa yang memiliki prestasi menonjol namun berasal dari daerah pinggiran, dan berjuang untuk bisa mendapat pendidikan yang layak di sekolah favorit dengan dukungan belajar yang baik, maka harapannya harus pupus," kata Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaidi, Selasa (18/6/2019).
Menurut Ayub, SDM seperti pengajar dan sarana prasarana pendukung kegiatan belajar di kota-kota besar sudah merata. Namun di Jember tidak demikian.
"Oke di Surabaya, di Jakarta sudah merata, itu (SDM dan sarana prasarana sekolah). Lah di Jember ini masih banyak persoalan. Sehingga membuat susah orang tuanya, bahkan juga anaknya," imbuhnya.
Selain itu, lanjut legislator dari PKB, nilai hasil ujian nasional siswa berprestasi saat ini bukan menjadi patokan utama. Sehingga Permendikbud tersebut tak menghormati perjuangan anak didik saat mengikuti ujian nasional.
"Kenapa? Karena anak-anak didik itu sudah berjuang dengan mengikuti les tambahan ataupun latihan dan pelatihan dengan harapan nilai tinggi," paparnya.
"Tetapi karena sistem zonasi, maka si anak didik ini terancam tidak bisa masuk ke sekolah yang dicita-citakan. Karena jarak tempat tinggal dan sekolahnya terlalu jauh. Karena nilai hanya menjadi pendukung 5 persen untuk menjadi pertimbangan," tambah Ayub.
Ayub menyarankan agar penerapan sistem zonasi dipertimbangkan kembali. Setidaknya, hasil nilai ujian bisa juga dipakai pedoman penerimaan siswa baru.
"Artinya, anak-anak yang sekolah itu bisa masuk di sekolah (dengan pertimbangan jarak), tetapi juga didukung nilainya. Nah kalau seperti sekarang, terus apa gunanya berjuang untuk ikut Unas dan masih les. Ini mereka berjuang loh," tegasnya.
Ayub berharap penerapan Permendikbud tersebut bisa ditinjau ulang. Salah seorang wali murid Oryza Wirawan menyampaikan, dengan adanya sistem zonasi dirinya menjadi ragu untuk menyekolahkan anaknya ke SMP favorit sesuai prestasi.
"Saya khawatir anak saya malah tidak dapat sekolah karena zonasi ini. Padahal rata-rata nilainya 8 semua. Rumah saya di Taman Gading, dengan sistem baru ini mau ke SMP 1 atau 2 terkendala jarak. Akhirnya ya ke SMP 11. Karena dekat rumah," katanya.
Bahkan jika terpaksa, Oryza berpikir akan menyekolahkan anaknya ke SMP swasta. "Alternatif aman mungkin ke SMP swasta. Lah bagaimana lagi, pilihan hanya satu sekolah. Meskipun ada gelombang kedua pendaftaran. Tetapi zonasi tidak mendukung. Tapi risiko, jelas biaya pendidikan mahal di swasta," tambahnya.
Sistem zonasi sesuai Permendikbud No 51 Tahun 2018 yang mempertimbangkan jarak dari tempat tinggal ke sekolah (zonasi). Sistem tersebut serentak digelar di Tanah Air.
Sumbe: Detik.Com