Kisah Para Mahasiswa Jerman yang Membangun Asrama Mereka Sendiri
25 Mei 2019, 09:00:00 Dilihat: 287x
Banyak mahasiswa di beragam kota di Jerman tak mampu membayar sewa tempat tinggal. Persoalan ini mendorong sebuah sekelompok mahasiswa mengajukan solusi konstruktif bagi diri mereka sendiri.
Sebuah bangunan besar berbahan kayu berdiri di tanah lapang tersembunyi di bekas rumah sakit pasukan tempur Amerika Serikat. Lokasi tersebut berada di kota Heidelberg, di pinggiran Jerman.Lengkap dengan jendela dan perabotan, bangunan seluas 14 meter persegi itu sekilas terlihat seperti gudang tanaman ketimbang tempat tinggal.
Namun itu adalah prototipe asrama empat lantai khusus mahasiswa. Bangunan itu adalah salah satu pertolongan untuk anak-anak muda yang terjebak dalam krisis ketersediaan perumahan di Jerman.Seperti banyak kota lain di seluruh dunia, Heidelberg berjibaku menyediakan permukiman bagi mahasiswa dan pekerja muda. Situasi ini menguntungkan bagi pasar properti, meski di satu sisi terjadi krisis perumahan.
Sejak 2010, harga sewa tempat tinggal di kota itu meningkat nyaris 30%. Bagi mahasiswa, yang kerap berbagi sewa dengan kawan-kawan mereka, uang sewa itu setara US$492 (Rp7 juta) per bulan. Dalam usulan menggenjot ketersediaan tempat tinggal untuk mengatasi krisis properti, pemerintahan di bawah Kanselir Jerman, Angela Merkel berjanji membangun 1,5 juta flat di sebelum akhir periode keempat kepemimpinannya tahun 2021.
Dihadapkan pada harga sewa yang meroket di kota barat daya Jerman, 25 mahasiswa mengatasi persoalan itu secara swadaya. Mereka memutuskan untuk membangun sendiri asrama mereka yang belakangan diberi nama Collegium Academicum. "Kami ingin menciptakan hunian terjangkau di mana para mahasiswa bisa tinggal dan menempuh pendidikan bersama," kata mahasiswa psikologi sekaligus pimpinan proyek asrama, Ina Kuhn, kepada BBC Capital. Biaya sewa di Collegium Academicum akan dipatok sekitar US$338 (Rp4,8 juta) per bulan.
Daya tarik bagi mahasiswa internasional
Didirikan tahun 1386, Universitas Heidelberg adalah perguruan tinggi tertua di Jerman. Universitas ini masuk tiga besar kampus terbaik di Jerman dan di peringkat ke-47 dalam daftar perguruan tinggi terbaik di dunia.
Setiap tahun, jumlah mahasiswa asing yang masuk ke kampus itu bertambah. Saat ini seidaknya 39 ribu dari total 160 ribu penduduk Heidelberg adalah mahasiswa di universitas tersebut.
Keindahan alam dan lanskap pinggiran kota Heidelberg juga menarik kedatangan orang asing. Merujuk data resmi pemerintah lokal, sebagian besar pendatang dalam beberapa tahun terakhir berasal dari China, Italia, Rumania, India, dan Polandia. Mereka berusia antara 18 dan 30 tahun. Dibandingkan mahasiswa di Amerika Serikat dan Inggris, peserta perguruan tinggi di Jerman memiliki lebih banyak keuntungan finansial.
Pada 2014, seluruh negara bagian Jerman menghapus biaya masuk kampus bagi mahasiswa strata satu. Artinya, baik mahasiswa lokal maupun internasional di universitas negeri dapat menimba ilmu secara gratis. Sebagian besar mahasiswa membayar biaya yang jumlahnya minim setiap semester untuk menutup keperluan administratif.
Lebih banyak permintaan ketimbang penawaran
Musim salju adalah periode paling rumit bagi para mahasiswa di Heidelberg untuk mendapatkan tempat tinggal.
Temuan itu diungkap Studierendenwerk, unit layanan mahasiswa di Universitas Heidelberg yang menyediakan akomodasi asrama dalam jumlah terbatas. "Pada periode itu, banyak mahasiswa kesulitan menemukan tempat untuk tinggal, terutama akomodasi yang terjangkau," kata Tanja Modrow, pimpinan Studierendenwerk. Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang memilih tinggal jauh dari pusat kota ketimbang bergelut dengan biaya hidup yang tinggi.
Dengan pendekatan hijau, kini semakin banyak lulusan Heidelberg yang tinggal di kawasan sekitar kampus untuk memulai karier dan rumah tangga. Hal ini semakin membuat permintaan dan tawaran hunian timpang. Di Baden-Wrttemberg, negara bagian di mana Heidelberg berada, Partai Hijau yang berkebijakan ramah lingkungan kini mendapatkan 32% warga, menurut kajian lembaga survei.
Perumahan yang berkelanjutan
Di tanah lapang bekas rumah sakit Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, yang dibeli dari pemerintah setempat, 25 mahasiswa yang bergiat di Collegium Academicum berharap mampu memenuhi permintaan tempat tinggal sebanyak 226 asrama di 46 apartemen berbeda.
Keberlanjutan adalah salah satu target utama proyek ini. Dilengkapi tiga lapis jendela yang seluruhnya berbahan kayu, Collegium Academicum akan menjadi bangunan terbesar di Jerman yang tak mengandung unsur baja.
Ruang kerja di dalam bangunan itu juga memungkinkan pengelola asrama melakukan perbaikan ringan. Namun dengan anggaran sebesar 16 juta euro (Rp 257 miliar), bangunan berkelanjutan itu tidak didirikan dengan modal seadanya. Sebagian besar anggaran ditutup dengan pinjaman bank, hibah pemerintah, dan lembaga pemberi kredit pembangunan. Namun sekitar anggaran sebesar Rp32 miliar dibutuhkan sebagai modal untuk memastikan proyek itu berjalan. "Modal ini adalah fondasi proyek," kata Kuhn. Ia berkata, pencarian modal dan donasi selama enam bukan pekerjaan ringan. Sebagian dukungan finansial proyek itu berasal dari warga setempat. "Kami juga kerap membuka stan informasi publik di pasar akhir pekan untuk mencari dukungan dari pihak-pihak yang tertarik pada proyek berkelanjutan," ujar Kuhn.
Pertambahan hunian
Mahasiswa Universitas Heidelberg bukan satu-satunya yang bergelut dengan persoalan hunian terjangkau di Jerman.
Indeks harga terkini yang dikaji Institut Ekonomi Jerman menunjukkan, biaya sewa tempat tinggal mahasiswa di kota-kota pendidikan di Jerman meningkat antara 9,9% hingga 67,3% seak 2010.
April lalu, ribuan orang turun ke jalanan Berlin menuntut pemerintah menyelesaikan permasalahan ini. Berlin, ibu kota Jerman, salah satu pasar hunian paling berkembang di dunia, tak lama lagi bakal menggelar referendum untuk usulan perampasan aset negara untuk keperluan hunian publik.
Mahasiswa seluruh dunia dalam tekanan
Keterbatasan hunian dan biaya sewa tinggi adalah persoalan yang juga dihadapi kota-kota tempat perguruan tinggi.
Di Hobart, ibu kota negara kepulauan Tasmania di Australia, Universitas Tasmania baru-baru ini membeli hotel bintang tiga untuk menolang mahasiswa mereka yang sukar mendapatkan tempat tinggal. Jumlah turis yang meningkat dan ekspansi platform persewaan hunian Airbnb disebut berperan dalam menurunnya ketersediaan hunian di Hobart.
Sementara itu di kawasan West Coast, AS, di Universitas California, Berkeley, sebuah program memasangkan lulusan kampus dengan penisuan yang memiliki ruangan lebih di rumah mereka. Sebagai gantinya, para mahasiswa membantu generasi tua itu bersosialisasi, membersihkan rumah, dan juga membayar sewa tak lebih dari Rp14 juta per bulan. Nominal itu kurang dari satu pertiga rata-rata harga sewa apartemen di Berkeley.Kembali ke Heidelberg, konstruksi asrama mahasiswa akan segera dilakukan. Para penyewa pertama diharapkan dapat menempati hunian itu awal 2021.
Para mahasiswa yang hendak tinggal di asrama itu akan melalui seleksi, sebagaimana yang diterapkan hunian mahasiswa lain di Jerman, yang dikenal dengan singkatan WGs. "Kami ingin gabungan ide dan latar belakangan," kata Kuhn. "Kami ingin mahasiswa dari beragam bidang studi dan gagasan politik," tuturnya.
Saat pembangunan asrama itu selesai, mayoritas penggagas Collegium Academicum akan menyelesaikan perkuliahan mereka. "Ini adalah proyek yang akan terus berlangsung. Ini tentang membangun masa dengan dan memastikan seluruh mahasiswa mendapatkan hunian terjangkau," kata Kuhn.
Sumber: Detik.Com