Kekayaan Budaya Mulai Dilirik Jadi Bisnis Utama bagi Indonesia
30 April 2019, 09:00:59 Dilihat: 243x
Kebudayaan Indonesia bukan hanya menjadi aset yang harus dilestarikan, melainkan juga punya nilai bisnis. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid bahkan mengatakan, kebudayaan bisa jadi bisnis utama atau core business bagi Indonesia.
"Core business (budaya) ini kan rencana presiden untuk membuat sektor yang berbasis kebudayaan lebih hidup, dalam pengertian bukan sekadar pelestarian orang tidak melupakan itu, tapi justru melihat bahwa kalau sektor ini fokus juga punya dampak kontribusi di bidang ekonomi yang tidak kecil," kata Hilmar di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Merujuk perkataan Jokowi, Hilmar mengatakan industri yang berbasis kreativitas dan kebudayaan sudah sekitar 9 persen dari total perekonomian dunia, dengan tingkat pertumbuhan yang jauh melampaui bidang-bidang konvensional lainnya.
"Jadi sebetulnya ini adalah arah untuk mengubah paradigma perekonomian kita juga, yang mana kebudayaan menempati posisi yang cukup kunci sebagai penggerak dari perekonomian," katanya.
Dalam realisasinya, ia mencontohkan pendirian Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Selain itu banyak lagi yang menurutnya bisa menjadi langkah bisnis.
"Boleh dibilang rangkanya itu sekarang sudah jauh lebih kelihatan dibanding 2014, sekarang persoalan konten. Tugas kami di Direktorat Kebudayaan sebetulnya di situ. Di atas rangka itu bagaimana kontennya," ujarnya.
Soal konten yang dimaksud Hilmar yaitu banyaknya film di luar negeri yang menggunakan gamelan sebagai ilustrasi musiknya. Sedangkan di Indonesia belum bisa menirunya karena belum memiliki sistem untuk monetisasinya. Kalau hal ini diberdayakan, pemasukan yang diterima mencapai Rp 3,1 triliun.
"Saya bicara dengan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual di Kemenkumham, menurut perhitungan beliau kekayaan intelektual kita dalam bentuk musik yang beredar di mana-mana, YouTube dan segala macamnya, kalau ditotal nilainya Rp 3,1 triliun," katanya.
Dari nilai yang besar itu sampai saat ini Indonesia belum bisa memanfaatkannya dengan baik karena minimnya manajemen dan tata kelola.
"Kita belum punya mekanismenya di dalam negeri, belum ada database yang memastikan oh gamelan ini dimainkan si ini pada tahun sekian, yang punya hak moral atas ciptaannya siapa. Ini semua adalah manajemen dari kekayaan intelektual kita," pungkasnya.
Sumber: Detik.Com