Hendra Mujiraharja - Okezone
Chris John. (Foto: Okezone)
JAKARTA – Setelah pensiun, Chris John tidak akan melupakan olahraga tinju. The Dragon (Julukannya), bertekad untuk melatih petinju yang ada di Indonesia.
Tinju memang bukan olahraga yang populer seperti Sepakbola atau Bulutangkis. Kendati demikian, John memiliki karier di dunia tinju yang sangat cemerlang dengan mempertahankan gelar juara Super Champions kelas bulu versi WBA sejak 2003 silam.
Tapi siapa pun yang berharap dapat dilatihnya, maka petinju itu akan menjalani pelatihan yang sangat berat jika John menggunakan metode seperti ayahnya, yang mana mereka berlatih di desa terpencil saat masih berusia lima tahun.
“Kami berlatih sampai sarung tangan kami compang-camping dan busanya keluar. Bahkan, saya harus menambalnya kembali dengan lem dan kulit,” demikian cerita John mengenai caranya berlatih ketika itu, disadur dari SuperSport, Rabu (10/4/2013).
Setelah pensiun dari dunia tinju, John akan bekerja dengan sebuah promotor bernama Dragon Fire. Sebuah perusahaan asal Australia yang memiliki cabang di Indonesia dan Singapura.
John bertekad untuk memantau bakat dan melatih petinju berbakat nantinya. “Saya bisa merekrut dan merekrut petinju muda. Saya juga bisa membantu mereka untuk mengikuti sebuah kompetisi,” ujar petinju asal Banjarnegara ini.
“Ada banyak petinju berbakat di Indonesia, tapi masalahnya bagaimana menjadikan mereka seorang juara? Petinju di sini sangat kurang bayaran. Organisator membutuhkan dukungan dari pemerintah jadi petinju bisa menjadi mata pencaharian,” tandasnya.
(hmr)
Hendra Mujiraharja - Okezone
Rabu, 10 April 2013 16:55 wib
Chris John. (Foto: Okezone)
Chris John. (Foto: Okezone)
JAKARTA – Setelah pensiun, Chris John tidak akan melupakan olahraga tinju. The Dragon (Julukannya), bertekad untuk melatih petinju yang ada di Indonesia.
Tinju memang bukan olahraga yang populer seperti Sepakbola atau Bulutangkis. Kendati demikian, John memiliki karier di dunia tinju yang sangat cemerlang dengan mempertahankan gelar juara Super Champions kelas bulu versi WBA sejak 2003 silam.
Tapi siapa pun yang berharap dapat dilatihnya, maka petinju itu akan menjalani pelatihan yang sangat berat jika John menggunakan metode seperti ayahnya, yang mana mereka berlatih di desa terpencil saat masih berusia lima tahun.
“Kami berlatih sampai sarung tangan kami compang-camping dan busanya keluar. Bahkan, saya harus menambalnya kembali dengan lem dan kulit,” demikian cerita John mengenai caranya berlatih ketika itu, disadur dari SuperSport, Rabu (10/4/2013).
Setelah pensiun dari dunia tinju, John akan bekerja dengan sebuah promotor bernama Dragon Fire. Sebuah perusahaan asal Australia yang memiliki cabang di Indonesia dan Singapura.
John bertekad untuk memantau bakat dan melatih petinju berbakat nantinya. “Saya bisa merekrut dan merekrut petinju muda. Saya juga bisa membantu mereka untuk mengikuti sebuah kompetisi,” ujar petinju asal Banjarnegara ini.
“Ada banyak petinju berbakat di Indonesia, tapi masalahnya bagaimana menjadikan mereka seorang juara? Petinju di sini sangat kurang bayaran. Organisator membutuhkan dukungan dari pemerintah jadi petinju bisa menjadi mata pencaharian,” tandasnya.
(hmr)